suatu hari hidayah ALLAH datang kepadaku, menyapaku dengan lembut dan penuh ketentraman, hati dipenuhi oleh bulir-bulir iman yang menga...

menggunakan metafora "Skenario paripurna"

suatu hari hidayah ALLAH datang kepadaku, menyapaku dengan lembut dan penuh ketentraman, hati dipenuhi oleh bulir-bulir iman yang mengambang hingga kepermukaan tingkahlaku, di hari yang berbeda, ALLAH memberi sedikit cobaan.
 
ALLAH mulai mendatangkan ciri-ciri kesuksesan dunia dalam kehidupanku, ketika aku di hadapkan dengan banyak kenikmatan, aku senang,aku tenang, hatiku bahagia, aku hidup makmur, makmur dalam ukuran ukuran ku, prestasiku berada di pelepah kurma yang tinggi, karirku lebih gila lagi, ia menguap membumbung hingga ke awan, semuanya terasa begitu nyaman, semuanya terasa begitu mudah,sangat menyenangkan, aku mulai sibuk, dan badanku jadi sering lelah karena sedikit kesibukan yg mulai padat.

aku tetap terus merasa sibuk dan mendapatkan hasil yang berlimpah. Namun, kemudahan-kemudahan itu tidak jarang membuat hatiku lalai dari tuhan, hatiku mulai mengeras karena zikir tak sempat lagi bergeming dalam hati, istigfar permohonan ampun tak pernah lagi bergema di badan yang penuh dengan dosa-dosa, maksiat terburai dimana-mana, amalan sedikit demi sedikit mulai di letakkan dalam rak kemalasan, semakin jauh terpuruk dari jalan tuhan hingga datanglah undangan tuhan berupa sepucuk surat berisi masalah, ia mengguncang ku, menggetarkan tubuhku, mencabut sendi-sendi kebrutalanku, aku gemetar, sebilah pedang petunjuk yang terhunus membacok-bacok ahlak yang kian busuk, allah yang maha penyayang datang dengan skenario itu untuk mengingatkan diri ini yang "barangkali" karena sibuknya urusan dunia kita "mungkin" menjadi manusia kecil yang angkuh. di tempat NYA yang Agung dan maha suci, ia masih melihat kita. dan tentu saja ia masih seperti dahulu. IA masih menyayangi kita dan masih dengan RAHMAAN dan RAHIIM nya yang maha luas.


walaupun tak seperti para ustad profesional, setidaknya aku meninggalkan kata-kata "yang mungkin" bermanfaat di dunia ini.

penulis : Mohammad Zahri

0 komentar: