Tulisan ini adalah sejarah fenomenal yang mengalahkan kisah sedih manapun di dunia
siap-kan sapu tangan kalian, pastikan kalian tak menjerit histeris di depan umum….!
Kisah ini terjadi ribuan tahun yang lalu saat aku menjadi mahasiswa semester dua
nasibku saat itu tidak begitu buruk!!
aku adalah anak kos yang hidup memprihatinkan bersama beberapa mahasiswa lain yang kebanyakan memprihatinkan pula…
Jejak sejarah ini dapat kalian lihat di kampung laksana, kec.kuta alam, kota banda aceh.
Icon termegah kampung ini adalah masjid al-huda nya, di sebelah masjid hingga saat ini akan kalian temui sebuah kos-kosan tua berlantai dua yang memiliki dwi warna yang aku rasa masih kurang cocok di padukan yaitu : hijau muda dan entah kuning entah coklat muda, tak paham aku, bisa jadi aku mengalami penyakit buta warna atau aku-nya yang “ngak” kenal warna..?!
Entahlah…!
Jalan muskana no.18, disana aku mengerak bersemayam selama 3 tahun..!
Sore ini, kuning senja begitu menyala, dedaunan kelelahan berfotosintesis sepanjang siang, meraka mengayun lambat terbuai angin senja yang sepoi, ribuan pipit bergelombang di langit, tergopoh-gopoh timbul tenggelam, perut mereka gendut kekenyangan melahap padi-padi petani atau sembarang biji yang mereka sukai, matahari begitu temaram di barat, beristirahat teduh di atas pantai sore yang layu, selayu senyum ku sore ini yang ku sajikan untuk khadam masjid al-huda yang kebetulan lewat dan melihat wajahku makin layu di hempas angin.
Jika kau berada di tempat wudhuk masjid al-huda, lihatlah lantai dua kos-kosan itu, kalau sekarang masih ada, kalian akan menemukan sebuah kursi sofa tua berwarna abu-abu tergeletak menyedihkan disana, disitulah senyum layu yang ku ceritakan tadi mengembang untuk khadam masjid itu, kursi itu tepat di pinggir pintu kamar salah seorang penghuni kos-kosan, itu bukan kamarku dulu..!
kursi itu adalah singasana terbesar anak-anak kos. Kami menyebut kos-kosan itu dengan sebutan “muskaplas” sebuah singkatan agung nan elegan yang di racik dari tiga kosa kata“muskana delapan belas”. Bukan generasi ku yang bemberikan julukan itu, ia telah terlahir sejak lama, lama sekali sebelum aku berhasil menghirup udara kota beriman ini.
Kursi itu dan besi-besi serta tembok di sekitar nya telah menjadi semacam tempat konferensi agung di muskaplas, semua anak kos, berarti termasuk aku, sering bercerita tentang segala hal, mulai dari rapat rencana menghadiri kenduri, mengeluh karna tarif listrik yang peraturannya ada di tangan nenek sang penguasa kos naik sekian persen, bincangan tentang panas nya ruangan kamar-kamar kami di musim panas, gotong royong mingguan yang menyebalkan namun tetap kami lakukan bergiliran, masalah hidup yang kian runyam, masalah kampus, hingga masalah cinta telah terselesaikan disana, ia ibarat markas PBB, ibarat Helsinki yang menyelesaikan banyak konflik berbagai Negara, bahkan ia adalah tempat tidur di siang hari yang nyaman, tidak hanya kami, bahkan kucing-kucingpun yang setiap malam tampa absen gaduh di loteng2 kami, siang nya, jika sepi tampa konferensi, diantara mereka akan terlelap pulas di atas beludru itu.
aku tak mau kalah dengan si kucing, Aku sering menghabiskan waktu ku untuk membaca buku di atas kursi itu, sebagian besar buku bacaan yang ku comot (minjam) dari pustaka wilayah kandas di kursi itu. Sore ini aku terkulai layu di sana tampa siapapun, muskaplas sepi….!, inilah hari yang menyedihkan jika kau tidak punya saudara dekat disini, inilah penhujung sa’ban, banda aceh akan gemerlap oleh daging hari ini, mereka menamainya dengan.....
“megang…!”
Informasi data statistik untuk penghuni ber-spesies anak kos di muskaplas bisa mencapai 20 orang. setiap tahun angka ini berubah namun tetap pada range 18-20 orang, setiap hari kami akan gaduh dengan kegembiraan yang sederhana namun indah di balik kesusahan hidup kami. Namun tidak untuk hari ini. hari ini….!! setiap hari ini kawan….!!!, kos-kosan akan sepi, sepi sekali….
Dari 18-20 orang, kebanyakan mereka akan hilang dihari ini, maka akan tersisa 3 orang menyedihkan disana, salah satu diantara mereka adalah seorang yang selalu memiliki agenda dan informasi kenduri yang update, pemuda gagah dengan enam lempeng petak terpahat di perutnya, tubuh nya sehat, dengan kulit kuning lansat, matanya syahdu penuh ketenangan ia adalah jebolan universitas IAIN yang cemerlang, tahan banting, semangat juang nya tinggi, saksi hidup gelombang daysat tsunami, pemuda yang gemar sekali menuntut ilmu agama inilah yang menjadi sense ku, guruku di perantauan, ia mengajarkanku ilmu survival yang amat berharga jika kelaparan melanda kerajaan kos-kosan kami..
tapi…!!!
sssssssttt…..!
aku ingin katakan satu rahasia penting kawan..!
ku harap kau mampu menjaga rahasia ini…
Jangan katakana kepada setiap anak kos bahwa aku yang membeberkan rahasia ini…. !!
Oke,,,?!
Kau janji ya…?!
Dimanapun anak kos berada kisah menyedihkan tentang kelaparan akan selalu mereka alami..
mereka tak di pedulikan oleh unicef, maka mereka harus kreatif untuk hidup.
Aku ingin bertanya padamu kawan…!
Dengan apa kalian menggoreng telur? Dengan apa kalian memasak sayuran ?
Kebayakan orang akan nyaman menggunakan kompor plus belanga !
tapi kebayakan anak kos khususnya “muskaplas” kami pernah memasak nasi menggunakan magic jar...! (oke ini hal biasa)
memasak bubur dengan magic jar...! (baiklah masih bisa di terima)
menggoreng telur dengan magic jar............! (ha...?! apa ??)
menumis sayur juga dengan……
Hah…….!
Berat aku mengatakan ini,
Magic jar….! magic jar kawan.......!
Semua aktifitas sang koki terselesaikan dengan benda ini, benar-benar magic….!
itulah yang terindah dari nge-kos…!
jika kau termasuk golongan orang kaya, berlatihlah untuk tidak terlalu gampang mendapatkaan uang dari orang tua mu, maka kau akan menikmati dan merasakan seru nya sengsara di rantau orang, kisah ini akan menjadi kisah indah yang dapat kau wariskan tujuh belas generasi kedepan…
Dan dalam kisahku bang wan yang cemerlang tercetak sebagai guru….
Ia telah terbiasa menghalau kesusahan, ialah yang mendongkrak mental ku untuk ikut kenduri dimanapun ada kenduri, kami menjuluki diri kami sebagai “anak kos yang aktif di berbagai kegiatan (khususnya kenduri)”
kenduri adalah pesta bagi kami, bahkan ketika seseorang mengumumkan pengumuman di masjid , dari salam nya kami telah mampu menganilsa salam-salam itu, mulai dari orang wafat, orang menikah,posyandu ibuk-ibuk dan balita, dan tentu saja salam kenduri amat mudah kami kenali, itulah salam termashur yang selalu kami tunggu-tunggu, gizi-gizi yang jarang menyentuh kami akan beserakan di depan mata kalau ada kenduri,
heh….! Tunggu dulu…!
Aku mau mensterilkan mind set…!
Jangan sempat terlintas gambaran di imajinasi mu bahwa kami melahap dengan rakus…!
Kami masih beradap…!
Alam telah membentuk kami…!
makanan lezat yang sudah menyundul-nyundul selera kami akan kami ambil secara tenang dengan tatapan berwibawa, lalu menundukkan badan kami sedikit kedepan untuk mengambil makanan di piring-piringnya dan secara pelan dan elegan kami makan dengan gaya mengunyah khas spanyol……!
Indah sekali …!
Sebagian teman akan malu jika kami ajak, hasilnya adalah kami pulang dengan kenyang sementara yang lain tidur dalam keadan lapar..!
itulah pelajaran bertahan hidup yang kudapat dari bang wan, bang wan yang menakjubkan…! masalah kos-kosan telah banyak tergiling lumat di gilingan hidupnya. Sosoknya bersahaja penuh perjuangan, aku beruntung, saat beliau wisuda akulah yang jadi fotografer sok professional didepan teman-teman nya, aku melengkung-lengkungkan tubuh, maju mundur ketika hendak menjepret gambar nya, sok tau tentang angel yang bagus, namun hasilnya sama saja, amat standar di mata fotografer kawakan manapun, aku hanya menang di gaya saja…!
payah sekali...........!
lalu siapakah orang ke dua dan ketiga yang merana menyedihkan di hari megang di daratan perantauan?
akan kucoba tuliskan dalam edisi kedua, insya allah......!
salam manis dari sahabat mu......
zahri...
ujung sa'ban 1432H
siap-kan sapu tangan kalian, pastikan kalian tak menjerit histeris di depan umum….!
Kisah ini terjadi ribuan tahun yang lalu saat aku menjadi mahasiswa semester dua
nasibku saat itu tidak begitu buruk!!
aku adalah anak kos yang hidup memprihatinkan bersama beberapa mahasiswa lain yang kebanyakan memprihatinkan pula…
Jejak sejarah ini dapat kalian lihat di kampung laksana, kec.kuta alam, kota banda aceh.
Icon termegah kampung ini adalah masjid al-huda nya, di sebelah masjid hingga saat ini akan kalian temui sebuah kos-kosan tua berlantai dua yang memiliki dwi warna yang aku rasa masih kurang cocok di padukan yaitu : hijau muda dan entah kuning entah coklat muda, tak paham aku, bisa jadi aku mengalami penyakit buta warna atau aku-nya yang “ngak” kenal warna..?!
Entahlah…!
Jalan muskana no.18, disana aku mengerak bersemayam selama 3 tahun..!
Sore ini, kuning senja begitu menyala, dedaunan kelelahan berfotosintesis sepanjang siang, meraka mengayun lambat terbuai angin senja yang sepoi, ribuan pipit bergelombang di langit, tergopoh-gopoh timbul tenggelam, perut mereka gendut kekenyangan melahap padi-padi petani atau sembarang biji yang mereka sukai, matahari begitu temaram di barat, beristirahat teduh di atas pantai sore yang layu, selayu senyum ku sore ini yang ku sajikan untuk khadam masjid al-huda yang kebetulan lewat dan melihat wajahku makin layu di hempas angin.
Jika kau berada di tempat wudhuk masjid al-huda, lihatlah lantai dua kos-kosan itu, kalau sekarang masih ada, kalian akan menemukan sebuah kursi sofa tua berwarna abu-abu tergeletak menyedihkan disana, disitulah senyum layu yang ku ceritakan tadi mengembang untuk khadam masjid itu, kursi itu tepat di pinggir pintu kamar salah seorang penghuni kos-kosan, itu bukan kamarku dulu..!
kursi itu adalah singasana terbesar anak-anak kos. Kami menyebut kos-kosan itu dengan sebutan “muskaplas” sebuah singkatan agung nan elegan yang di racik dari tiga kosa kata“muskana delapan belas”. Bukan generasi ku yang bemberikan julukan itu, ia telah terlahir sejak lama, lama sekali sebelum aku berhasil menghirup udara kota beriman ini.
Kursi itu dan besi-besi serta tembok di sekitar nya telah menjadi semacam tempat konferensi agung di muskaplas, semua anak kos, berarti termasuk aku, sering bercerita tentang segala hal, mulai dari rapat rencana menghadiri kenduri, mengeluh karna tarif listrik yang peraturannya ada di tangan nenek sang penguasa kos naik sekian persen, bincangan tentang panas nya ruangan kamar-kamar kami di musim panas, gotong royong mingguan yang menyebalkan namun tetap kami lakukan bergiliran, masalah hidup yang kian runyam, masalah kampus, hingga masalah cinta telah terselesaikan disana, ia ibarat markas PBB, ibarat Helsinki yang menyelesaikan banyak konflik berbagai Negara, bahkan ia adalah tempat tidur di siang hari yang nyaman, tidak hanya kami, bahkan kucing-kucingpun yang setiap malam tampa absen gaduh di loteng2 kami, siang nya, jika sepi tampa konferensi, diantara mereka akan terlelap pulas di atas beludru itu.
aku tak mau kalah dengan si kucing, Aku sering menghabiskan waktu ku untuk membaca buku di atas kursi itu, sebagian besar buku bacaan yang ku comot (minjam) dari pustaka wilayah kandas di kursi itu. Sore ini aku terkulai layu di sana tampa siapapun, muskaplas sepi….!, inilah hari yang menyedihkan jika kau tidak punya saudara dekat disini, inilah penhujung sa’ban, banda aceh akan gemerlap oleh daging hari ini, mereka menamainya dengan.....
“megang…!”
Informasi data statistik untuk penghuni ber-spesies anak kos di muskaplas bisa mencapai 20 orang. setiap tahun angka ini berubah namun tetap pada range 18-20 orang, setiap hari kami akan gaduh dengan kegembiraan yang sederhana namun indah di balik kesusahan hidup kami. Namun tidak untuk hari ini. hari ini….!! setiap hari ini kawan….!!!, kos-kosan akan sepi, sepi sekali….
Dari 18-20 orang, kebanyakan mereka akan hilang dihari ini, maka akan tersisa 3 orang menyedihkan disana, salah satu diantara mereka adalah seorang yang selalu memiliki agenda dan informasi kenduri yang update, pemuda gagah dengan enam lempeng petak terpahat di perutnya, tubuh nya sehat, dengan kulit kuning lansat, matanya syahdu penuh ketenangan ia adalah jebolan universitas IAIN yang cemerlang, tahan banting, semangat juang nya tinggi, saksi hidup gelombang daysat tsunami, pemuda yang gemar sekali menuntut ilmu agama inilah yang menjadi sense ku, guruku di perantauan, ia mengajarkanku ilmu survival yang amat berharga jika kelaparan melanda kerajaan kos-kosan kami..
tapi…!!!
sssssssttt…..!
aku ingin katakan satu rahasia penting kawan..!
ku harap kau mampu menjaga rahasia ini…
Jangan katakana kepada setiap anak kos bahwa aku yang membeberkan rahasia ini…. !!
Oke,,,?!
Kau janji ya…?!
Dimanapun anak kos berada kisah menyedihkan tentang kelaparan akan selalu mereka alami..
mereka tak di pedulikan oleh unicef, maka mereka harus kreatif untuk hidup.
Aku ingin bertanya padamu kawan…!
Dengan apa kalian menggoreng telur? Dengan apa kalian memasak sayuran ?
Kebayakan orang akan nyaman menggunakan kompor plus belanga !
tapi kebayakan anak kos khususnya “muskaplas” kami pernah memasak nasi menggunakan magic jar...! (oke ini hal biasa)
memasak bubur dengan magic jar...! (baiklah masih bisa di terima)
menggoreng telur dengan magic jar............! (ha...?! apa ??)
menumis sayur juga dengan……
Hah…….!
Berat aku mengatakan ini,
Magic jar….! magic jar kawan.......!
Semua aktifitas sang koki terselesaikan dengan benda ini, benar-benar magic….!
itulah yang terindah dari nge-kos…!
jika kau termasuk golongan orang kaya, berlatihlah untuk tidak terlalu gampang mendapatkaan uang dari orang tua mu, maka kau akan menikmati dan merasakan seru nya sengsara di rantau orang, kisah ini akan menjadi kisah indah yang dapat kau wariskan tujuh belas generasi kedepan…
Dan dalam kisahku bang wan yang cemerlang tercetak sebagai guru….
Ia telah terbiasa menghalau kesusahan, ialah yang mendongkrak mental ku untuk ikut kenduri dimanapun ada kenduri, kami menjuluki diri kami sebagai “anak kos yang aktif di berbagai kegiatan (khususnya kenduri)”
kenduri adalah pesta bagi kami, bahkan ketika seseorang mengumumkan pengumuman di masjid , dari salam nya kami telah mampu menganilsa salam-salam itu, mulai dari orang wafat, orang menikah,posyandu ibuk-ibuk dan balita, dan tentu saja salam kenduri amat mudah kami kenali, itulah salam termashur yang selalu kami tunggu-tunggu, gizi-gizi yang jarang menyentuh kami akan beserakan di depan mata kalau ada kenduri,
heh….! Tunggu dulu…!
Aku mau mensterilkan mind set…!
Jangan sempat terlintas gambaran di imajinasi mu bahwa kami melahap dengan rakus…!
Kami masih beradap…!
Alam telah membentuk kami…!
makanan lezat yang sudah menyundul-nyundul selera kami akan kami ambil secara tenang dengan tatapan berwibawa, lalu menundukkan badan kami sedikit kedepan untuk mengambil makanan di piring-piringnya dan secara pelan dan elegan kami makan dengan gaya mengunyah khas spanyol……!
Indah sekali …!
Sebagian teman akan malu jika kami ajak, hasilnya adalah kami pulang dengan kenyang sementara yang lain tidur dalam keadan lapar..!
itulah pelajaran bertahan hidup yang kudapat dari bang wan, bang wan yang menakjubkan…! masalah kos-kosan telah banyak tergiling lumat di gilingan hidupnya. Sosoknya bersahaja penuh perjuangan, aku beruntung, saat beliau wisuda akulah yang jadi fotografer sok professional didepan teman-teman nya, aku melengkung-lengkungkan tubuh, maju mundur ketika hendak menjepret gambar nya, sok tau tentang angel yang bagus, namun hasilnya sama saja, amat standar di mata fotografer kawakan manapun, aku hanya menang di gaya saja…!
payah sekali...........!
lalu siapakah orang ke dua dan ketiga yang merana menyedihkan di hari megang di daratan perantauan?
akan kucoba tuliskan dalam edisi kedua, insya allah......!
salam manis dari sahabat mu......
zahri...
ujung sa'ban 1432H
0 komentar: