Kemarin siang aku mendapatkan sesuatu di WC umum. Sesuatu yang kecil
dan amat sederhana. Sebuah ilham yang mengejutkan kesadaran ku sendiri.
Mencermati sebuah realita, barangkali semua kita sudah paham hal yang menjadi
karakteristik karena keterpaksaan di WC umum, yaitu; baunya dan
infrastruktur yang tak kinclong. Meskipun WC di rumah/kos kita
tidak sebersih WC hotel berbintang seribu, tetapi keadaan WC umum
biasanya tidak lebih gemilang dibanding WC kita.
Kala itu aku memasuki sebuah WC yang kecil di pinggir jalan. Benar-benar WC yang amat kecil, bau pulak. Interior WC itu tidak ada unsur estetikanya sama sekali. Ubin-ubin putih nya telah berubah warna menjadi kuning, sirkulasi udara yang mengerikan dan bau pesing yang fiuuuh membahana. Tak ada istilah kenyamanan di WC ini. Namun ini adalah satu-satunya yang ada di sekitar ku saat itu.
Entah
mengapa, seperti tidak ada yang berkepentingan mengurusi bangunan
menyedihkan itu. Orang yang kebetulan lewat dan hanya sekali menggunakan
WC umum ini barangkali bisa saja tak acuh terhadap kebersihan dan bau WC umum itu. mereka bisa saja sekedar menggunakannya lalu
tanpa peduli terhadap apa yang ia buang dan menimbulkan bebauan kejam
disana. Mungkin kita pernah juga melakukan hal itu. Namun, barangkali
kita sama-sama setuju bahwa itu bukan sebuah perangai yang baik untuk
kita 'kembang biakkan'.
Suatu hari, disebuah tempat fitnes di Bandung, CEO dari kantor fitnes itu membagikan beberapa sharing berguna kepada ku tentang perlunya aksi bukan emosi menghadapi kenyataan-kenyataan pahit di tempat umum khususnya toilet. Sang CEO itu bercerita tentang pegawainya yang merepet tak karuan melihat (maaf) pembalut wanita yang dibuang sembarang disalah satu ruangan toilet.
Kebetulan sang CEO ini juga sedang ada disalah satu bilik toilet dan mendengar omelan si pegawai. Sebelum meninggalkan toilet itu, sang bos mendatangi tempat kejadian perkara dimana sang pegawai merepet-repet sedari tadi, dan secara mengejutkan tanpa ba bi bu beliau segera mengurusi benda itu, membuangnya kedalam tong sampah dan membersihkannya agar WC bisa kembali nyaman digunakan oleh pelanggan lainnya, sebuah aksi tanpa emosi. Pegawai tadi tentu shock melihat bos nya tanpa yang tanpa merepet membersihkan WC itu didepan mata kepalanya.
Kisah diatas mungkin berkaitan dengan integritas si bos terhadap perusahaan. Namun dibalik itu semua barangkali kita bisa mengambil beberapa insight kecil untuk mengurusi WC umum.
Apa untungnya bagi kita ?
Entahlah, perspektif seseorang tentang keuntungan biasanya punya sudut pandang yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya. Boleh jadi, membersihkan WC tidak memiliki keuntungan sama sekali untuk kita. Namun jika kita sempat dan memiliki sedikit waktu luang pasca buang hajat, membersihkan WC juga tidak merugikan sama sekali untuk kita lakukan.
Saat kuliah dulu, saya pernah diceritakan sedikit tentang budaya kerja orang jepang. Konon, setelah selesai rapat mereka akan segera membereskan tempat rapatnya agar tempat itu dapat siap pakai digunakan oleh orang lain yang akan menggunakan rauangan rapat setelah mereka. Mengadaptasikan perilaku ini dalam kehidupan per WC an kita tampaknya bukanlah hal yang begitu sulit.
Apa yang bisa kita lakukan ?
Kalau mau, kita bisa saja melakukan banyak tindakan sosial di WC. Namun, kalau kita memilih tindakan sekecil-kecilnya dan sekurang-kurangnya. mungkin sekurang-kurangnya yang dapat kita lakukan di WC umum adalah menyiram dinding-dinding, jamban atau lantai dari sisa-sisa kencing orang sebelum kita yang malas / belum sempat menyiram. Setidaknya bau dari WC itu hilang atau bisa berkurang.
Bukankah menyiram itu adalah sebuah tindakan yang sederhana ?
Kala itu aku memasuki sebuah WC yang kecil di pinggir jalan. Benar-benar WC yang amat kecil, bau pulak. Interior WC itu tidak ada unsur estetikanya sama sekali. Ubin-ubin putih nya telah berubah warna menjadi kuning, sirkulasi udara yang mengerikan dan bau pesing yang fiuuuh membahana. Tak ada istilah kenyamanan di WC ini. Namun ini adalah satu-satunya yang ada di sekitar ku saat itu.
Ilustrasi sumber: Tribunnews.com |
Suatu hari, disebuah tempat fitnes di Bandung, CEO dari kantor fitnes itu membagikan beberapa sharing berguna kepada ku tentang perlunya aksi bukan emosi menghadapi kenyataan-kenyataan pahit di tempat umum khususnya toilet. Sang CEO itu bercerita tentang pegawainya yang merepet tak karuan melihat (maaf) pembalut wanita yang dibuang sembarang disalah satu ruangan toilet.
Kebetulan sang CEO ini juga sedang ada disalah satu bilik toilet dan mendengar omelan si pegawai. Sebelum meninggalkan toilet itu, sang bos mendatangi tempat kejadian perkara dimana sang pegawai merepet-repet sedari tadi, dan secara mengejutkan tanpa ba bi bu beliau segera mengurusi benda itu, membuangnya kedalam tong sampah dan membersihkannya agar WC bisa kembali nyaman digunakan oleh pelanggan lainnya, sebuah aksi tanpa emosi. Pegawai tadi tentu shock melihat bos nya tanpa yang tanpa merepet membersihkan WC itu didepan mata kepalanya.
Kisah diatas mungkin berkaitan dengan integritas si bos terhadap perusahaan. Namun dibalik itu semua barangkali kita bisa mengambil beberapa insight kecil untuk mengurusi WC umum.
Apa untungnya bagi kita ?
Entahlah, perspektif seseorang tentang keuntungan biasanya punya sudut pandang yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lainnya. Boleh jadi, membersihkan WC tidak memiliki keuntungan sama sekali untuk kita. Namun jika kita sempat dan memiliki sedikit waktu luang pasca buang hajat, membersihkan WC juga tidak merugikan sama sekali untuk kita lakukan.
Saat kuliah dulu, saya pernah diceritakan sedikit tentang budaya kerja orang jepang. Konon, setelah selesai rapat mereka akan segera membereskan tempat rapatnya agar tempat itu dapat siap pakai digunakan oleh orang lain yang akan menggunakan rauangan rapat setelah mereka. Mengadaptasikan perilaku ini dalam kehidupan per WC an kita tampaknya bukanlah hal yang begitu sulit.
Apa yang bisa kita lakukan ?
Kalau mau, kita bisa saja melakukan banyak tindakan sosial di WC. Namun, kalau kita memilih tindakan sekecil-kecilnya dan sekurang-kurangnya. mungkin sekurang-kurangnya yang dapat kita lakukan di WC umum adalah menyiram dinding-dinding, jamban atau lantai dari sisa-sisa kencing orang sebelum kita yang malas / belum sempat menyiram. Setidaknya bau dari WC itu hilang atau bisa berkurang.
Bukankah menyiram itu adalah sebuah tindakan yang sederhana ?
0 komentar: