Pandangan Nenek,  Menghentikan langkah kaki ku.... Pagi ini aku pergi ke pasar tradisional dekat kosan ku. Tidak ada hajat lain dipasa...

Nenek Dibalik Sesisir Pisang Susu

Pandangan Nenek, 
Menghentikan langkah kaki ku....

Pagi ini aku pergi ke pasar tradisional dekat kosan ku. Tidak ada hajat lain dipasar itu selain membeli bahan baku buat dagangan, dan tentu saja jajan martabak coklat kacang kesukaan.

Bahan baku jualan sudah dalam jinjingan, sepotong martabak pun sedang bersemayam dalam gigitan. Sedikit terburu-buru, Aku me-lenggang-kan kaki, melangkah pulang. Di ujung jalan kakiku mematung di salah satu pintu keluar pasar. Sesuatu menghentikan tubuh ku. Sebuah pemandangan haru menyelimuti mata. Hatiku runtuh....


"Pisangnya, Dek…"



Nenek-nenek tua renta menawari ku sesisir pisang susu. Aku kaget dan terenyuh. Ku lihat dagangan nya, terkapar di atas alas kumuh. Ada beberapa ikat daun singkong yang kurang menarik, daun jeruk, dan entah daun apa lagi yang aku tak paham.

Semuanya dalam kondisi kurang segar. Tak lupa, tergeletak disana sesisir pisang susu yang tidak mulus lagi, sesisir pisang ini telah kehilangan dua buah anggotanya sehingga bolehlah dikatakan sesisir pisang susu yang ompong.

Dari keadaan dagangan nya, dan dari raut muka lesu nenek, aku sedikit menerka-nerka. Sepertinya jualan nenek kurang laku.

"Pisang nya berapa,Nek?" tanyaku sopan.

Air muka nenek berubah, aku bisa merasakan ekspresi semangat mulai merayapi wajahnya.

"Delapan ribu, Dek…" kemudian dengan semangat dia menceritak
an product knowlage sesisir pisang susu itu. Aku dilayani dengan antusias.

Dalam kondisi normal, pisang itu mungkin bisa berharga lebih rendah dari delapan ribu. Atau mungkin tidak laku lagi untuk di jual. Tetapi aku tak sanggup menawar.

Saat ia menerima uang dari ku, aku mendengar suara lirih…

"Alhamdulillah…"

Tak sengaja kulihat gulungan uang milik nya (mungkin omset hari ini) yang beliau keluarkan. Tidak banyak nominal nya.

"Alhamdulillah…"

Rasa syukur itu terungkap-kan lagi…

Aku bisa merasakan kegembiraan yang ia rasakan. Kenapa aku bisa merasakan? Ya, karena aku juga seorang pedagang.

Aku tahu rasanya ketika dagangan sepi sementara modal belum break event point (BEP). Rasanya merana sekali, galau tingkat awan.

Dari pengalaman berdagan yang kulalui selama ini, dan curhatan sesama padagang, Tampa semangat yang membaja, dan pikiran positif berlimpah ruah, kondisi dagangan sepi sudah bisa menjadi alasan yang cukup untuk membuat muka menjadi murung.

Ungkapan customer is power adalah kebenaran yang telah aku buktikan.
Maka, kehadiran satu pelanggan saat dagangan sepi merupakan hadiah dari Tuhan. Cash flow bisa mengalir.

Aku haqqul yaqin… kegembiraan itulah yang dirasakan nenek. Aku juga turut bahagia karena empati ku sebagai pedagang ternyata ada.

Gagasan utama dari tulisan ini adalah Empati. Rasa empati. Apakah kau pernah berempati kawan?

Tulisan ini belum selesai, karena aku punya kisah tentang empati yang lebih menggigit dimana aku bukanlah tokoh utama nya.

Aku punya teman, dia bekerja di toko material, kadang dia memecahkan batu2 di tengah terik matahari, mendorong gerobak, menjadi kuli cuci piring pada sebuah acara pesta, atau jikalau sepi job. Maka dia akan ngamen. Ya, ngamen. Karena orang nya sudah tua, katanya lagu andalan saat ngamen adalah lagu qasidah, sholawatan, atau lagu2 Rhoma Irama.

Kadang2, uang nya banyak, kadang ngepas banget, kadang tipis. Ya harap maklum lah. Namun, kau tahu kawan. Aku melihatnya berulang-ulang kali. Saat kami sedang duduk ngobrol2, lalu ada pengamen yabg mampir ke tempat kami. Tak pernah kulihat di mengucapkan kata semisal…

"Maaf ya bang" untuk menolak sang pengamen.

Seberapapun uang yang ada di kantong nya ia berikan. Yang penting ngasih.

Suatu waktu, pengamen datang kios ku, aku dan bapak ini sedang ngobrol. Aku menolak pengamen dengan berkata…
Maaf ya bang…

Bapak ini, seperti biasa merogo kantong baju koko nya. Tidak ada uang 500,- seribu pun tak ada, dua ribu apa lagi. Yang ada hannya lima ribu.

Dia berusaha mengorek2 isi kantong nya, siapa tahu ada seribuan yang bersembunyi. Tapi ternyata kosong. Not found.

Aku melihat kebimbangan merasuki wajahnya, barangkali itu uang buat ongkos dia berangkat kerja besok. Dalam gerakan yang cepat, lima ribu telah berpindah tangan. Pengamen riang gembira mendapatkan nominal segitu. Omset ngamen biasanya berkisar dari kumpulan uang gopek, seribu, kalau mujur duaribu. Lima ribu adalah primadona. Dengan raut wajah penuh terimakasih sang pengamen menghaturkan terimakasih sedalam-dalam nya.

Sebagai pengamen part time, teman ku terlihat senang. Apakah yang menggerakkan kedermawanan teman ku itu?

Dia tahu rasanya mengamen. Apakah yang menggerakkan ku membeli pisang di tempat nenek yang sepertinya dagangan kurang laku? Empati ada dibelakang mereka.

Aku sadar, bahwa aku mungkin tidak bisa untuk istiqomah selalu berempati di semua keadaan di setiap waktu. Namun,empati itu adalah nilai kemanusiaan yang kita punya. Berempatilah "sekali-kali" untuk meraskan utuhnya menjadi manusia.


0 komentar: