Sebenernya cerita ini uda lama ku tulis dan telah mengendap bertahun-tahun di computer rumah, saat nyongkel-nyongkel folder karya tulisku...

kisah 1001 bule


Sebenernya cerita ini uda lama ku tulis dan telah mengendap bertahun-tahun di computer rumah, saat nyongkel-nyongkel folder karya tulisku, perasaan karya ini belum pernah ku publish. So…! Ku sajikanlah sekarang untuk di baca masyarakat, seperti biasanya, tema tulisan ku tidak jauh-jauh dari kehidupan nyata yang ku alami, mau tau beberapa nasib getir bercampur mujur yang ku alami yang di tulis dengan sangat berantakan? baiklah, ceritanya dimulai dari sini kawan…..

[kayaknya kejadiannya di bulan juni 2011]
suatu siang yang cerah, bisa ku pastikan hari itu amat sangat cerah, matahari bersinar megah menggelegar  di singasana langit. Rumput di depan kontrakan ku meronta-ronta kekeringan, jalan lorong depan rumah akan berabu jika sepeda motor melintas disana. Kering, sekering hidupku saat itu..!
walaupun cuaca sepanas itu, sepanjang siang itu aku sudah bolak balik ke poltabes melintasi jalan yang panas untuk mengurus SIM. Betapa bangga nya aku, pengorbanan ku digoreng matahari terbayar semua dengan jadinya sebuah SIM (surat izin mengemudi). Bukan main keren nya, bagimu tentu biasa saja, tapi aku memandang itu sangat keren. Aku memiliki SIM C yang akan berumur hingga 25 oktober 2016. SIM pertamaku yang sangat  elegan.

Di SIM itu ada foto yang lagi-lagi menurut ku keren. Foto ku sendiri…! aku tidak berharap semua orang menganggap foto itu keren. Cukuplah diriku seorang saja, setidak nya tolak ukur perbandingan yang kupakai adalah ia lebih keren dari foto di KTP ku yang kabur binti samar  yang di jepret sembarangan sama petugas disdukcapil karna padat nya antrian citizen yg mau buat KTP waktu itu. Masalah besarnya adalah sejelek dan sebagus apapun hasil foto, pemotretan gak bisa di undo lagi, setelah melihat hasilnya, Menyesalah tiada tara sang empu ktp itu…

  Tapi kawan, yang di SIM ini sungguh beda, baju kemeja kotak-kotak biru, kantung mata hasil begadang ku demi setumpuk Tugas akhir kuliah, plus senyuman getir yang segan ku sunggingkan di hadapan embak polisi ketika sesi penjepretan. Sudah cukup membuat ku puas. Alhamdulillah aku benar-benar bersyukur ketika melihat hasil nya..!
Tentu saja kejadian di atas bukan tema dari tulisan ini.
“loh ?? jadi mau nulis tentang apa kamu ri …..” seseorang nanyak.
Aku narik napas, dan mulai bercerita lagi…..
bule, inilah tema tulisan kali ini,Hari itu aku melihat bertubi-tubi dan beranekaragam bule, kalo di izinkan pemerintah, mungkin di kalender nasional akan kubuat tanggal berwarna ungu ke kuning-kuningan dan menulis, “hari bertemu bule tersering sepanjang tahun”. Dan di catatan ini aku juga menjadi bule dinegri ku sendiri..!

Bule pertama !

Dari ciri-ciri species yang kulihat ini, bule ini berasal dari negri matahari, kalian tau negri matahari kawan? Ituloh Jepang,atau japan atau kalo kata sense erol, dosen bahasa jepang ku di kampus pernah juga memakai istilah “nihon”(baca :nihong) untuk jepang.
Jepang adalah Sebuah negeri tempat ngumpul nya abang-abang samurai, negri para ultramen. Dan di hari itu, aku ngeliat segerombolan orang jepang lengkap dengan kamera layaknya turis-turis kaya raya.
Sekawanan manusia asia itu melintas di depan mataku tepat di depan kantor POLTABES, Mereka kulihat saat aku berada di lapangan parker poltabes ketika hendak “cau” dari tempat itu. Kondisi hari masih sangat panas, benar-benar jika kau membawa es krim, itu adalah ide yang baik, mereka akan tambah lezat di cuaca seperti itu.
Bule-bule itu berkelompok, berjalan bersama di tengah terik matahari, sebagiaan tertawa bersama rekan nya, sebagian diam namun tetap maju berjalan. Ya… mereka berjalan kaki di tenga terik panas matahari.
“Mengapa mereka sanggup ya ? “ guman ku dalam hati.
aku menoleh ke kiri,
Bapak tukang parkir yang ramah berompi biru, dengan topi besar nya yang lucu sedang duduk berteduh di bawah pohon cemara rindang  di ujung lapangan. Ia mengipas-ngipaskan topi nya ke badan nya yang mungil nan legam, bibir nya nyengir sementar mata nya di cipitkan karna melihat silau nya lapangan parkir. Ia tampak nya tak sanggup bertarung dengan sang surya yang membara di langit. Tapi bule-bule jepang itu mereka seakan berenang di lautan sinar yang segar, apa karna mereka berasal dari negri mataahri ya ?
Ku sorong lagi mata ku ke arah bule2 jepang itu, namun mereka tidak mempedulikan ku maupun tukang parkir yang memandangi mereka. Mereka terus melaju dan hilang di telan tikungan. Aku tertegun di tengah lapangan parkir panas itu. Sinar matahari menyubit kulit…. Aku tersentak dari lamunan kosong sekosong langit hari ini yang sepi tampa awan, matahari benar-benar berkuasa hari ini. Menurut analisis thermometer pikiran ku, aku prediksi panas hari ini mencapai 32 derajat celcius. Banyak orang yang mengeluh dengan keadaan ini, tetapi, tentu saja tidak dengan ibu tetangga kontrakan ku,beliau  pasti senang dengan keadaan cerahnya matahari ini. Ku ceritakan sikit tentang tetangga ku ini,akhir-akhir ini Ia kulihat baru saja memanen asam-asam nya untuk di jadikan asam sunti. Proyek menjemur asam-asam itu tidak diragukan lagi kesuksesan nya. Setiap pagi sebelum aku berangkat kerja, aku menyapanya, terkadang cucu nya yang masih balita membantu nya dengan cerewet bertanya ini itu, merekalah yang kulihat duluan ketika aku membuka pintu rumah di pagi hari.
Balik lagi ke kantor POLTABES
Selepas perjalan pulang ku dari poltabes kini aku telah sampai di beranda depan rumah ku, kulihat asam-asam sunti ibu tetangga ku itu telah berwarna coklat. Aku tidak bisa membayaangkan bagaimana seandai nya yang di jemur disitu adalah aku…?! Tiba-tiba melintas lah kisah “bilal bin rabbah” di benak ini, membayangkan beliau di letakkan di tempat yang panas  di padang pasir dan di timpa  oleh batu besar sebagai siksaan yang diberikan oleh majikan nya dan agar ia meninggalkan islam. Namun iman nya tetap teguh,ditengah siksaan itu ia terus berucap “ahad…. Ahad…..”.
Di kontrakanku, Pintu rumah saat itu sedang terbuka, ahmad seorang teman ku sedang tergeletak kepanasan bersembunyi dari matahari dan berteduh di kamar nya yang tampa kipas angin, kebiasaan kami adalah membuka semua pintu dan jendela agar angin bisa bebas berlarian di koridor ruangan. Dan  Itu lah kipas angin kami. Kami menyebut nya “hembusan alam”. Hahahaha.
Aku terus berteduh dirumah menunggu sore,berbaring di kasur Palembang unggu yang tidak dan belum mau pensiun dari sejarah perantauan ku. Aku memilih membaca buku di kamar.  kubaca semua buku terkeren yang berhasil ku pinjam di pustaka, dan juga hasil minjam dari koleksi sahabatku hakam. Hmm… lahap, buku-buku itu selezat es-krim di siang bolong.
Tiba2 sebaris salam terdengar dari bibir pintu
“assalamu’alaikum” suara nya khas, aku mengenal suara itu…
“Wa’alaikumussalam” aku dan ahmad menjawab salam  itu dari kamar yang berbeda.
Dia masuk dan menuju kamar ku, sesosok manusia hitam nan gelap muncul di bibir pintu. Rambut nya lurus, bibir nya kering, mata nya ramah sekaligus teduh, dialah faisal, seniman seni rupa terhebat dari kabupaten kami.  Melihat keadaan nya yang segersang rumput halaman, aku tertawa dan berguman dalam hati…
“hahaha pasti kenak dampak matahari…!”
Faisal baru pulang dari kampus, dialah rekan bisnis ku yang kuliah di fakultas seni unsyiah yang sempat ku singgung dalam tulisan terdahulu.
“gemana nasib mu sal ?” aku memulai pertanyaan.
“Huuuh…. Panas nya…!” menurut ku jawaban itu sangat tidak sesuai, aku rasa itu adalah keluhan bukan jawaban atas pertanyaan ku.
“Aku mau nyuci baju ah….!” Tambah nya lagi, sembari meletakkan tas hitam nya dan mengais-ngais baju kotor di tempat baju kotor. Ia bahkan lupa dengan pertanyaan ku…!
Dasar faisal…!
aku melanjutkan bacaan ku…
Tampa terasa hari telah sore, sudah mau tiba waktu asar.
 tiba tiba sebuah ide muncul,
“sal jalan-jalan yok ?” aku menutup buku dan berteriak mengajak nya.
“Bentar.” jawab nya ketus.

Aku menuju kamar mandi, kulihat ia sedang memeras baju usang andalan nya merek kaskus.
“Jalan kemana ?” tanyanya.
“ke mana aja…!” jawab ku
“oke, bentar lagi aku siap ne” ia berbicara sambil memeras baju lain nya.

Kawan, perlu kau tau, aku dan faisal sangat senang menikmati kota dengan berjalan kaki, apalagi sore hari, tawaran langit temaram dan angin sepoi yang sering nongol di sore hari begitu menggoda. Kami menemukan gaya hidup ini hasil nyontek dari para bule-bile mancanegara, terasa enak bagi kami, kami pun ketagihan, kurasa sesekali kalian juga bisa mencobanya…

Singkat kata, jalanlah kami menusuri kota, tak lupa tas ransel usang yang lengkap dengan botol air mineral telah tersedia di dalamnya.

Kami menyusuri pinggiran sungai di kuta alam, nyelonong kisrah kisruh di samping trotoar jalan daud beureueh, dan sampailah pada sembata Pante Pirak deket GEREJA HATI KUDUS. Nah disini, di mulailah cerita bule yang ke dua.
BULE KEDUA…!
Bule kali ini yang kami jumpai nasibnya kasian bener kawan-kawan, ia seorang diri, pake topi kayak maher zain berwana gelap dan sudah lusuh. Kulitnya kemerah-merahan, badannya agak gemukan, dari setingan mukaknya kayaknya ni orang berasal dari italia ato perancis, matanya layu kayak orang menyesal bercampur sedih.
Aku dan faisal yang sedang ketawa ketiwi sambil jalan, mendadak diam dan berhenti.
Aku : sal….!?
Faisal : gak usah kau jelaskan, aku liat juga kok…!
Aku : samperin yuk…
Faisal : hmm…!

Diapun ngeliat kami, dari pandangan matanya, ia berharap sesuatu ke kami, diapun mendekati kami.

aku nyetel wajah 300% menjadi modus akrab, faisal mencapai 600% !

Aku : sir..(sambil senyum)
Faisal nyusul : sir…

Bule : #$%$#@@#$#%^^& (ntah ngomong apa) dia menggukan bahasa inggris.

Kebetulan bahasa inggrisku saat itu masih hancur lebur, faisal tidak lebih baik dari aku.
Bule : (kayaknya pasrah ngeliat audiens nya pada melongo bego..!)

Dia ngomong sambil ngunain bahasa tubuhnya, megang mulut, perut, lalu kepala !

Jreng..jreng…jrengg….! untung kita punya ahli tafsir sodara-sodara. Menurut tafsir al misbah nya faisal sihab ! faisal berpendapat sebagai berikut, titik dua :

“kayaknya orang ini laper ri, dia mungkin mintak sumbangan uang kita untuk beli makanan”

“waduh kitakan gak bawa uang?!”

Di tengah - tengah  ke bloonan kami, tampa di sangka datang seorang pemuda yang sedang jalan kaki kea rah kami.

“ Ada  apa ini ?” Tanya dia.
“Ngak tau nih, tolongin orang ini lah, dari mukaknya kayaknya sedang susah” jawab ku.

Pemuda misterius :  $#%#%&%%^&&* fan ser tos gos $%##%..!

Bule malang : ^&*^%KUi *&^..
pemuda misterius : o… what %$#%^^$
bule malang: (geleng-geleng kepala) $%^%^$$^%^

Aku dan faisal menganguk-ngangukkan kepala ecek-ecek paham.

Pemuda misterius : jadi gini, dia lagi nyariin adeknya, dia uda keliling entah kemana aja untuk nyari adeknya, tapi sampe sekarang dia belum ketemu sama adeknya itu… sekarang dia uda kehabisan uang untuk makan uda gak ada lagi…

Bule malang : melihat wajah-wajah  kami gak memberi harapan diapun minggat dari hadapan kami dengan muka yang bertambah sedih.

Aku, faisal, dan pemuda misteriuspun heran melihat tingkahnya itu.

“hah… udahlah ya, aku pigi dulu” pemuda misterius pamit.
“oh, oke-oke” faisal mengangkat tangan perpisahan.

Hah, cerita nya panjang juga ya ?
Sebenernya ada satu karakter bule lagi yang belum sempat ku tulis, tapi, emangnya ini novel, so..! sekian dulu latihan nulisku hari ini,
Sampai jumpa di lain tulisan !

wasalam

Penulis : Mohammad Zahri

0 komentar: